“Loh, kok bukan Bang Momo
yang mengantar susu?” tanya Shasa manakala dilihatnya pengantar susu itu
bukanlah orang selama ini mengantar susu kedelai ke rumah Shasa.
“Sekarang setiap hari Sabtu
dan Minggu khusus untuk sektor perumahan ini saya yang mengantar,”
pengantar susu itu menjelaskan dengan nada suara yang terdengar sedikit
gugup. Letak topinya membuat wajahnya tidak terlihat jelas.
Shasa tidak bertanya lebih
lanjut. Dibawanya dua buah kantong susu kedelai itu ke dalam rumah.
Sekilas dilihatnya pengantar susu itu memandangnya namun buru-buru
memalingkan wajahnya ketika mereka bertatapan. Shasa yang baru saja akan
melangkah ke dalam rumah mendadak berpaling ketika didengarnya
pengantar susu itu mengatakan sesuatu. Shasa mengerutkan keningnya. Kok
sepertinya dia tadi mendengar pengantar susu itu berpamitan dengan
memanggil namanya ya? Atau itu hanya perasaannya saja?
Esok harinya, pengantar
susu itu datang tepat ketika Shasa sedang menyapu daun-daun pohon mangga
yang berguguran.
“Ana, ini susunya!”
sapaannya membuat Shasa menolehkan kepalanya.
“Kok kamu tahu namaku?”
tanyanya heran. Hampir semua temannya memanggilnya Shasa. Hanya beberapa
orang saja yang memanggilnya Ana.
“Eh, oh, ngg.. anu.. aku..
aku diberitahu Bang Momo,” jawabnya gugup.
Shasa menerima susu yang
diulurkannya. Anak itu menundukkan kepalanya dan terburu-buru memutar
sepedanya dan mengayuh menjauh. Shasa menatap laju sepeda yang
menjauhinya sambil sibuk berfikir-fikir. Rasa-rasanya ia seperti
mengenal pengantar susu itu tapi dimana ya? Hmm.. ia harus menunggu
sampai tiba hari Sabtu untuk bisa bertemu pengantar susu itu. Bukankah
kemarin ia mengatakan bahwa ia hanya mengantar susu setiap hari Sabtu
dan Minggu?
Hari Sabtu minggu
berikutnya, Shasa sedang bersepeda bersama papa ketika sebuah sepeda
melaju mendahuluinya. Sepeda pengantar susu! Cepat-cepat Shasa mengayuh
sepedanya. Berusaha agar ia bisa tiba di rumah bersamaan dengan si
pengantar susu. Namun rupanya pengantar susu itu tahu niat Shasa. Ia
mengayuh sepedanya semakin cepat.
Mama yang berada di luar
pagar menatap heran ketika dua buah sepeda berhenti hampir bersamaan.
Pengemudinya sama-sama terengah-engah.
“Loh, ada apa ini? Balapan
sepeda?” tanya mama heran. Rupanya mama memperhatikan peristiwa yang
terjadi sejak dari ujung jalan.
“Ini.. ini.. susunya,
Tante,” kata pengantar susu itu masih dengan nafas memburu. Setelah mama
mengambil susu yang disodorkannya, buru-buru ia menaiki sepedanya.
“Hei, tunggu dulu, nama
kamu siapa?” Shasa bertanya.
Bukannya menjawab,
pengantar susu itu mengayuh sepedanya dengan terburu-buru.
“Ada apa sih, Sha?” tanya
mama bingung.
“Rasa-rasanya Shasa kenal
dia, Ma, tapi dimana ya?” Shasa menjawab setengah bergumam sambil
mengernyitkan keningnya.
“Kalau tidak salah, Bang
Momo pernah bercerita kalau ia mempunyai seorang adik yang tinggal
bersama neneknya di kampung halaman mereka. Mungkin dia itu adiknya Bang
Momo yang sekarang tinggal disini,” kata Mama.
Shasa mendengarkan
kata-kata mama sambil sibuk menggali ingatannya kenapa rasanya ia
mengenal pengantar susu itu.
Esok paginya, Shasa sedang
berdiri memperhatikan pohon sirsak yang sedang berbuah ketika terdengar
seruan yang bernada peringatan.
“Awas, Na, ada ulat
bulu di bajumu.”
“Hah?! Ulat?! Hiii..”
kontan Shasa berteriak-teriak sambil melompat-lompat.
Mama dan papa yang
mendengar teriakannya bergegas menghampiri. Namun mereka keduluan
pengantar susu yang dengan sigap menepis ulat bulu itu dari baju Shasa
di bagian belakang dengan menggunakan daun kering.
“Sudah.. sudah.. ulatnya
sudah tidak ada,” kata mama berusaha menenangkan Shasa.
“Ulatnya sudah kabur, Na,”
pengantar susu itu tersenyum melihat tingkah Shasa.
Sekilas lesung pipinya
terlihat. Shasa yang masih melompat-lompat kegelian tertegun. Dilihatnya
pengantar susu itu memutar arah sepedanya dan mulai mengayuh menjauh.
Keesokan harinya ketika jam
istirahat sekolah tiba, Shasa menghampiri Idham yang asyik mendengarkan
cerita Fabian sambil tersenyum.
“Hai..” sapanya. Kedua anak
itu menoleh dengan terkejut terutama Idham.
“Makasih ya, kemarin kamu
sudah menolongku dari ulat bulu.” Kata-kata Shasa membuat anak itu
tertegun. Lesung pipinya yang sebelumnya terlihat mendadak hilang.
Shasa cekikikan. “Yang
mengantar susu ke rumahku hari Sabtu dan Minggu itu kamu kan?”
“Bagaimana kamu bisa tahu?”
tanyanya pelan. Fabian hanya terdiam kebingungan.
“Ya tahu dong.. Tidak
banyak yang memanggilku dengan nama panggilan Ana. Hampir semua
teman-temanku mengikuti nama panggilanku di rumah. Lagipula diantara
yang sedikit itu hanya kamu yang mempunyai lesung pipi.”
Idham hanya bisa
menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Ia memang belum lama pindah
sekolah setelah sebelumnya ia tinggal bersama neneknya.
Sebenarnya tugas
mengantar susu kedelai adalah tugas kakaknya. Ia sendiri yang
berinisiatif menggantikan tugas kakaknya setiap hari Sabtu dan Minggu.
Tak dinyana salah satu
pelanggan susu kedelai buatan ibunya adalah teman sekelasnya.
Dilihatnya Anastasia
Shafarina tersenyum penuh kemenangan. Gara-gara salah panggil nama,
ketahuan deh identitas pengantar susu bertopi merah…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar