Tidak seperti biasanya,
pagi ini Rara datang ke sekolah dengan wajah cemberut. Tidak ada senyum
sama sekali. Shasa yang duduk di sebelah Rara sampai bingung. Mau
menegur, Shasa takut Rara sedang tidak ingin ditegur. Mau mendiamkan,
hmmm… kok sepertinya tidak enak ya diam-diaman.
“Kamu bawa bekal apa hari
ini?” tanya Shasa ketika bel tanda istirahat berbunyi.
“Aku gak bawa bekal. Rina
tadi pagi rewel jadi ibu tidak sempat menyiapkan bekal untukku,” Rara
menjelaskan dengan nada kesal.
“Rina sakit?” tanya Shasa
prihatin. Rina itu adiknya Rara. Lucu dan imut-imut. Usianya baru dua
tahun. Beberapa kali saat menjemput Rara, Rina dibawa serta oleh Ibu
Rara. Sebenarnya Rara ikut jemputan tapi terkadang ibunya menjemput ke
sekolah.
Rara menganggukkan
kepalanya. “Rina sedang flu,” jawabnya pendek.
“Ooo.. pantesan.. yuk aku
temani kamu ke kantin,” tawar Shasa.
Sambil berjalan bersisian,
mereka berjalan bersama ke kantin yang terletak di samping sekolah.
“Aku sebel.. Rina kalau
sedang sakit rewel. Ibu jadi tidak lagi memperhatikan aku,” keluh Rara
sambil menuruni tangga. Di sekolah mereka, hanya kelas satu yang
terletak di lantai dasar. Sementara kelas dua dan tiga terletak di
lantai dua.
“Kamu sih enak, tidak punya
adik, tidak punya kakak jadi selalu diperhatikan oleh mama dan papa
kamu,” kata Rara lagi.
Shasa tidak menjawab. Ia
ikut menemani Rara antri membeli Roti Burger. Setelah itu mereka
bergegas kembali ke dalam kelas.
Dari dalam tas tempat
membawa bekal, Shasa mengeluarkan sebuah bungkusan.
“Ini buat kamu dan Rina,”
kata Shasa sambil menyodorkan bungkusan itu.
“Apaan nih?” tanya Rara
dengan suara yang tidak jelas terhalang oleh makanan yang ada di dalam
mulutnya.
“Biskuit wafer berlapis
coklat,” jawab Shasa. “Kemarin papaku baru pulang dari Batam. Dia
membawa beberapa macam biskuit wafer untukku. Terlalu banyak kalau harus
kuhabiskan sendiri.”
“Makasih ya, Sha,” kata
Rara. “Tuh kan.. Enak kalau tidak punya adik atau kakak. Tidak harus
berbagi,” kata Rara lagi.
“Iya memang.. tapi juga
tidak ada yang diajak main, tidak ada teman bercanda, tidak ada yang
suka menyambut dan menciumi kalau pulang sekolah,” kata Shasa, teringat
ulah Rina yang selalu lari keluar setiap kali mendengar mobil jemputan
Rara tiba.
Sekarang giliran Rara yang
terdiam. Tak ada lagi percakapan. Masing-masing asyik menikmati makanan
di jam istirahat pertama itu sampai akhirnya bel masuk berbunyi dan
pelajaran pun dilanjutkan.
“Hari ini giliran kamu yang
diantar lebih dulu ya?” tanya Shasa sambil membereskan tas dan
buku-buku setelah bel tanda berakhirnya jam sekolah berbunyi.
“Iya,” jawab Rara pendek.
“Jangan sampai lupa
menyampaikan titipanku buat Rina,” pesan Shasa sambil berjalan keluar
kelas.
“Iya,” lagi-lagi Rara
menjawab pendek
“Jangan dimakan loh..,”
kata Shasa lagi.
“Iyaaaa…” kali ini Rara
menjawab dengan gemas. Beberapa siswa yang kebetulan berdekatan dengan
mereka berdua saat turun tangga menoleh ke arah mereka dengan pandangan
heran.
“Eh, eh, eh.. jangan marah
gitu dong..” cekikik Shasa.
“Habis.. dari tadi yang
diingat-ingat kok Rina terus..” sambil cemberut Rara berkata.
“Di rumah Ibu lebih
memerhatikan Rina, di sekolah kamu ngomongin Rina terus..”
“Habis.. Rina itu lucu
banget sih..” kata Shasa. Ia tak dapat menahan tawanya melihat Rara yang
cemberut hingga pipinya menggembung. Di ujung tangga langkah mereka
terhenti. Seorang anak kecil berdiri di pinggir aula sekolah, sambil
melambai-lambaikan tangannya ke arah mereka.
“Rinaaaa…,” panggil Shasa
sambil balas melambai dengan semangat.
“Kok malah kamu yang
dadah-dadah sama Rina sih? Rina kan manggil aku bukan kamu,” kata Rara
heran.
“Biarin,” jawab Shasa
sambil berjalan menyongsong Rina. “Kamu kan lagi sebel sama Rina.”
Hanya sebentar saja Rina
menyambut uluran tangan Shasa. Selanjutnya ia mengembangkan tangannya
dan memeluk Rara yang sudah berjongkok dihadapannya. Dua kecupan pun
mendarat di kedua pipi Rara.
“Kakak Shasa dicium juga
dong..” kata Shasa.
Rina tersipu dan
menggelengkan kepalanya. Tangannya yang kecil mengusap pipi Rara.
“Enak ya, Ra, punya adik..”
Shasa berkata sambil tersenyum simpul.
“Iya.. iyaaaaa..” kata Rara
sambil kemudian mencium Rina.
“Jadi.. gak sebel lagi
kan?” ledek Shasa.
“Uhh.. kamu ini meledek
terus,” dengan gemas Rara menggelitik Shasa yang segera lari menghindar.
Kalau Rara sudah menggelitik, lebih baik kabuuuurr…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar